Like This Yo...

Minggu, 09 November 2008

Bahasa Daerah Versus Bahasa Indonesia

Bahasa Daerah Versus Bahasa Indonesia



Apakah anda pernah membaca usulan Rancangan Undang-undang Kebahasaan ? jika sudah apa tanggapan anda ?

Dalam perkembangannya Negara republik Indonesia kita tercinta ini mulai mengkhawatirkan keadaan bahasanya. Begitulah kira-kira alasan dibentuknya RUU Kebahasaan, sebagai dewa penyelamat bahasa Indonesia yang sudah mulai timbul tenggelam. Betapa tidak, remaja era sekarang sudah lupa nasionalisme mereka terutama dengan bahasa mereka. Pernah dengar bahasa gaul ? itulah bahasa tandingan terbesar bagi bahasa Indonesia dan inilah yang menjadi musuh terbesar bagi nasionalisme.

Untuk mengantisipasi kurangnya filterasi dalam bahasa Indonesia, pemerintah mencoba untuk membendungnya dengan diadakannya RUU Kebahasaan yang dibicarakan di Semarang kurang lebih satu tahun lalu. Dalam RUU Kebahasaan ini berisi banyak sekali pasal-pasal yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dan tata cara pemaakaiannya di negara asing atau pada media.

Dalam beberapa pasal RUU ini memang mengambil langkah yang tepat, contohnya dalam media harus menggunakan bahasa Indonesia dengan tepat dan mengurangi pemakaian bahasa yang ambigu, tapi pada pasal yang menyinggung bahasa daerah ada sedikit kontroversi. Pemakaian bahasa daerah dibatasi dalam RUU Kebahasaan ini, penggunaanya hanya dapat dipakai pada situasi keseharian dan bukan pada saat resmi. Dengan adanya pasal yang mengatur bahasa daerah ini, RUU Kebahasaan berkesan menghambat perkembangan bahasa daerah.

Pada hakikatnya bahasa Indonesia sendiri terbentuk berdasarkan keikutsertaanya bahasa daerah dalam membentuk bahasa Indonesia yang semula adalah bahasa melayu. Jika sudah begini pemerintah seakan seperti kacang lupa pada kulitnya. Hal ini karena bahasa Indonesia merupakan bahasa tingkat nasional yang berasal dari bahasa-bahasa daerah di Indonesia dan bahasa asing (Menurut Mahmud Jauhari Ali dalam sripsinya yang berjudul Bahasa Indonesia, Film Nasional, dan Generasi Bangsa)

Dalam satu sisi, bahasa daerah merasa memiliki hak untuk berkembang sebagai bentuk pelestarian budaya, seperti kita ketahui jika bangsa Indonesia membanggakan kelestarian budayanya yang beragam. Dengan alasan pelestarian budaya Indonesia, segelintir orang yang mengetahui tentang keberadaan RUU kebahaaan ini menolak adanya RUU Kebahasaan selama masih ada pasal yang mengatur bahasa daerah tersebut.

Di sisi lain, bahasa Indonesia merasa perlu melindungi kelestariannya dan kemurniannya. Hal ini karena saat ini bahasa Indonesia tercampur-campur penggunaanya dan kehilangan pemakaiannya yang sesuai kaidah. Permasalahan ini juga ditanggapi oleh Mahmud Jauhari Ali yang berpendapat bahwa, “Dewasa ini, pemakaian bahasa Indonesia baik dalam kehidupan nyata maupun dalam dunia film mulai bergeser digantikan dengan pemakaian bahasa anak remaja yang dikenal dengan bahasa gaul. Dengan memakai bahasa gaul tersebut, pemakainya akan dikatakan sebagai orang kota yang modern dan bukan orang daerah yang kurang modern. Anggapan seperti ini jelas salah karena bahasa gaul tersebut sebenarnya sangat dekat dengan bahasa Betawi yang merupakan salah satu bahasa daerah di Indoensia”. Dengan anggapan Jauhari tadi menandakan bahwa bahasa daerah adalah salah satu penyebab rusaknya bahasa Indonesia.

Jika sudah seperti ini rasanya memang sesuai jika saya katakan bahwa bahasa daerah dan bahasa Indonesia sedang bertikai. Pada dasarnya hal ini terjadi karena jalannya globalisasi di Indonesia, dan bukankah itu sehat ? Dimana semua mesti berkembang sebagai bukti bahwa pengalaman dan pemikiran manusia sudah mulai bertambah. Untuk menanggapi masalah ini yang diperlukan hanyalah sebuah kedewasaan si pengguna bahasa dimana mereka dapat menempatkan diri dalam penggunaan bahasa dan dapat merasakan cinta tanah air, itu saja.


Tidak ada komentar: