Senin, 25 Mei 2009
Sebuah Naskah Monolog Karya : Arifin C Noer
Ruang tengah dari sebuah ruang yang cukup menyenangkan, buat suatu keluarga yang tidak begitu rakus. Lumayan keadaannya, sebab lumayan pula penghasilan si pemiliknya. Sebagai seorang kasir di sebuah kantor dagang yang lumayan pula besarnya. Kasir kita itu bernama :
Misbach Jazuli
Sandiwara ini ditulis khusus untuk latihan bermain. Sebab itu sangat sederhana sekali. Dan sangat kecil sekali. Dan sandiwara ini kita mulai pada suatu pagi. Mestinya pada suatu pagi itu ia sudah duduk dekat kasregisternya di kantornya, tapi pagi itu ia masih berada di ruang tengahnya, kelihatan lesu seperti wajahnya.
Tas sudah dijinjingnya dan ia sudah melangkah hendak pergi. Tapi urung lagi untuk yang kesekian kalinya. Dia bersiul sumbang untuk mengatasi kegelisahannya. Tapi tak berhasil.
Saudara-saudara yang terhormat. Sungguh sayang sekali, sandiwara yang saya mainkan ini sangat lemah sekali. Pengarangnya menerangkan bahwa kelemahannya, maksud saya kelemahan cerita ini disebabkan ia sendiri belum pernah mengalaminya; ini. Ya, betapa tidak saudara? Sangat susah.
Diletakkannya tasnya
Saya sangat susah sekali sebab istri saya sangat cantik sekali. Kecantikannya itulah yang menyebabkan saya jadi susah dan hampir gila. Sungguh mati, saudara. Dia sangat cantik sekali. Sangat jarang Tuhan menciptakan perempuan cantik. Disengaja. Sebab perempuan-perempuan jenis itu hanya menyusahkan dunia. Luar biasa, saudara. Bukan main cantiknya istri saya itu. Hampir-hampir saya sendiri tidak percaya bahwa dia itu istri saya.
Saya berani sumpah! Dulu sebelum dia menjadi istri saya tatkala saya bertemu pandang pertama kalinya disuatu pesta berkata saya dalam hati : maulah saya meyobek telinga kiri saya dan saya berikan padanya sebagai mas kawin kalau suatu saat nanti ia mau menjadi istri saya. Tuhan Maha Pemurah. Kemauan Tuhan selamanya sulit diterka. Sedikit banyak rupanya suka akan surpraise.
Buktinya? Meskipun telinga saya masih utuh, toh saya telah berumah tangga dengan Supraba selama lima tahun lebih.
Aduh cantiknya.
Saya berani mempertaruhkan kepala saya bahwa bidadari itu akan tetap bidadari walaupun ia telah melahirkan anak saya yang nomer dua, saya hampir tidak percaya pada apa yang saya lihat. Tubuh yang terbaring itu masih sedemikian utuhnya. Caaaaannnnttiiik.
Ah kata cantikpun tak dapat pula untuk menyebutkan keajaibannya. Cobalah. Seandainya suatu ketika gadis-gadis sekolah berkumpul dan istri saya berada diantara mereka, saya yakin, saudara-saudara pasti memilih istri saya, biarpun saudara tahu bahwa dia seorang janda.
Lesu.
Ya, saudara. Kami telah bercerai dua bulan lalu. Inilah kebodohan sejati dari seorang lelaki. Kalau saja amarah itu tak datang dalam kepala, tak mungkin saya akan sebodoh itu menceraikan perempuan ajaib itu.
Semua orang yang waras akan menyesali perbuatan saya, kecuali para koruptor, sebab mereka tak mampu lagi menyaksikan harmoni dalam hidup ini. Padahal harmoni adalah keindahan itu sendiri. Dan istri saya, harmonis dalam segala hal. Sempurna.
Menarik napas.
Bau parfumnya! Baunya! Seribu bunga sedap malam di kala malam, seribu melati di suatu pagi. Segar, segar!
Telepon berdering.
Telepon berdering
Itu dia! Sebentar (ragu-ragu)
Selama seminggu ini setiap pagi ia selalu menelpon. Selalu ditanyakannya :”Sarapan apa kau, mas” Kemarin saya menjawab :”Nasi putih dengan goreng otak sapi”
Pagi ini saya akan menjawab .....
Mengangkat gagang telepon
Misbach Jazuli disini. Hallo? Hallo! Halloooo!
Meletakkan pesawat telepon
Salah sambung. Gilaa! Saya marah sekali. Penelpon itu tak tahu perasaan sama sekali.
Tiba-tiba
Oh ya! Jam berapa sekarang?
Gugup melihat arloji
Tepat! Delapan seperempat. Saya telah terlambat tiga perempat jam. Maaf saya harus ke kantor. Lain kali kita sambung cerita ini atau datanglah ke kantor saya, PT Dwi Warna di jalan Merdeka. Tanyakan saja disana nama saya, kasir Jazuli. Maaf. Sampai ketemu.
Melangkah cepat. Sampai di pintu sebentar ia ragu. Tapi kemudian ia terus juga.
Agak lama, kasir kita masuk lagi dengan lesu.
Mudah mudahan perdagangan internasional dan perdagangan nasional tidak terganggu meskipun hari ini saya telah memutuskan tidak masuk kantor.
Tidak, saudara! Saudara tidak bisa seenaknya mencap saya punya bakat pemalas. Saudara bisa bertanya kepada pak Sukandar kepala saya, tentang diri Misbah Jazuli.
Tentu pak Sukandar segera mencari kata-kata yang terbaik untuk menghormati kerajinan dan kecermatan saya. Kalau saudara mau percaya, hari inilah hari pertama saya membolos sejak enam tahun lebih saya bekerja di PT Dwi Warna.
Seperti saudara saksikan sendiri badan saya sedemikian lesunya, bukan? Tuhanku! Ya, hanya Tuhanlah yang tahu apa yang terjadi dalam diri saya. Saya rindu pada istri saya dan sedang ditimpa rasa penyesalan dan saya takut masuk kantor berhubung pertanggung jawaban keuangan....
Telepon berdering.
Sekarang pasti dia! (Menuju pesawat telepon)
Saya sendiri tidak tahu kenapa selama seminggu ini ia selalu menelpon saya.
Apa mungkin ia mengajak rukun dan rujuk kembali...tak tahulah saya. Saya sendiri pun terus mengharap ia kembali dan, tapi tidak! Saya tak boleh menghina diri sendiri begitu bodoh! Bukan saya yang salah. Dia yang salah. Yang menyebabkan peristiwa perceraian ini bukan saya tapi dia. Dia yang salah. Sebab itu dia yang selayaknya minta maaf pada saya. Ya, dia harus minta maaf.
Toch saya laki-laki berharga : saya punya penghasilan yang cukup.
Laki-laki gampang saja menarik perempuan sekalipun sudah sepuluh kali beristri. Pandang perempuan dengan pasti, air muka disegarkan dengan sedikit senyum, dan suatu saat berpura-pura berpikir menimbang kecantikannya dan kemudian pandang lagi, dan pandang lagi, dan jangan sekali kali kasar, wajah lembut seperti waktu kita berdoa dan kalau perempuan itu menundukkan kepalanya berarti laso kita telah menjerat lehernya. Beres!
Nah, saya cukup punya martabat, bukan? Dan lagi dia yang salah! Ingat, dia yang salah. Nah, saudara tentu sudah tahu tentang sifat saya. Saya sombong seperti umumnya laki-laki dan kesombongan saya mungkin juga karena sedikit rasa rendah diri, tidak! Bukankah saya punya tampang tidak begitu jelek?
Telepon berdering lagi.
Pasti isteri saya (Menarik napas panjang)
Saya telah mencium bau bedaknya. Demikian wanginya sehingga saya yakin kulitnya yang menyebabkan bedak itu wangi. Oh, apa yang sebaiknya saya katakan?
Tidak! Saya harus tahu harga diri. Kalau dia ku maafkan niscaya akan semakin kurang ajar. Saudara tahu? Mengapa semua ini bisa terjadi? Oh, kecantikan itu! Ah! Bangsat! Selama ini saya diusiknya dengan perasaan-perasaan yang gila. Bangsat!
Saudara tahu? Dia telah berhubungan lagi dengan pacarnya ketika di SMA! Ya, memang saya tidak tahu benar, betul tidaknya prasangka itu. Tapi cobalah bayangkan betapa besar perasaan saya. Suatu hari secara kebetulan saya pulang dari kantor lebih cepat dari biasanya dan apa yang saya dapati? Laki-laki itu ada di sini dan sedang tertawa-tawa. Dengar! Tertawa-tawa. Ya, Tuhan. Cemburuku mulai menyerang lagi. Perasaan cemburu yang luar biasa.
Telepon berdering lagi.
Pasti dia.
Mengangkat gagang telepon.
Misbach Jazuli di sini, hallo?
Segera menjauhkan pesawat telepon dari telinganya.
Inilah ular yang menggoda Adam dahulu. Perempuan itu menelepon dalam keadaan aku begini. Jahanam! (kasar) Ya, saya Jazuli, ada apa? Nanti dulu. Jangan dulu kau memakai kata-kata cinta yang membuat kaki gemetar itu! Dengar dulu! Apa perempuan biadap! Kau telah menghancurkan kejujuranku! Dengarkan! Kau telah menghancurkan kejujuranku! Dengarkan! Kau telah menyebabkan semuanya semakin berantakan dan membuat aku gelisah dan takut seperti buronan!
Meletakkan pesawat dengan marah.
Betapa saya marah. Sesudah beberapa puluh juta uang kantor saya pakai berpoya-poya, apakah ia mengharap saya mengangkat lemari besi itu ke rumahnya. Gila!
Ya, saudara. Saya telah berhubungan dengan seorang perempuan, beberapa hari setelah saya bertengkar di pengadilan agama itu. Saya tertipu. Uang saya ludes, uang kantor ludes. Tapi saya masih bisa bersyukur sebab lumpur itu baru mengenai betis saya. Setengah bulan yang lalu saya terjaga dari mimpi edan itu. Betapa saya terkejut, waktu menghitung beberapa juta uang kantor katut. Dan sejak itulah saya ingat isteri saya. Dan saya mendengar tangis anak-anak saya. Tambahan lagi isteri saya selalu menelepon sejak seminggu belakangan ini.
Tuhanku! Bulan ini bulan Desember, beberapa hari lagi kantor saya mengadakan stock opname. Inilah penderitaan itu.
Memandang potret di atas rak buku.
Sejak seminggu yang lalu saya pegang lagi potret itu. Tuhan, apakah saya mesti menjadi penyair untuk mengutarakan sengsara badan dan sengsara jiwa ini?
Apabila anak-anak telah tidur semua, dia duduk di sini di samping saya. Dia membuka-buka majalah dan saya membaca surat kabar. Pabila suatu saat mata kami bertemu maka kami pun sama-sama tersenyum. Lalu saya berkata lembut : “Manis, kau belum mengantuk?” Wajahnya yang mentakjubkan itu menggeleng-geleng indah dan manis sekali. Dia berkata, juga dengan lembut : “Aku hanya menunggu kau, mas” Saya tersenyum dan saya berkata lagi : “Aku hanya membaca koran, manis” Dan lalu ia berkata : “ Aku akan menunggui kau membaca koran, mas” Kemudian kami pun sama-sama tersenyum bagai merpati jantan dan betina.
Kubelai rambutnya yang halus mulus itu. Duuh wanginya. Nyamannya. Lautan minyak wangi yang memingsankan dan membius sukma. Apabila dia berkata seraya menengadah “Mas”. Maka segera kupadamkan lampu di sini dan lewat jendela kaca kami menyaksikan pekarangan dengan bunga-bunga yang kabur, dan langit biru bening dimana purnama yang kuning telor ayam itu merangkak-rangkak dari ranting keranting.
Tiba-tiba ganti nada.
Hah, saya baru saja telah menjadi penyair cengeng untuk mengenang semua itu. Tidak-tidak! Laki-laku itu ............, sebentar. Saya belum menelepon ke kantor bukan ? Sebentar.
Diangkatnya pesawat telepon itu ! memutar nomornya.
Hallo, minta 1237 utara. Hallo ! ....... Saudara Anief ... ? Kebetulan .... Ya, ya, mungkin pula influenza. (batuk-batuk-dan menyedot hidungnya) Yang pasti batuk dan pilek. Saudara....ya?....Ya, ya saudara Anief, saya akan merasa senang sekali kalau saudara sudi memintakan pamit saya kepada pak Sukandar....Terima kasih...Ya? Apa? Saudara bertemu dengan isteri saya disebuah restoran?
Nada suaranya naik.
Apa? Dengan laki-laki? (menahan amarahnya) Tentu saja saya tidak boleh marah, saudara. Dia bukan istri saya. Ya, ya...Hallo! Ya, jangan lupa pesan saya pada pak Sukandar.
(batuk dan menyedot hidungnya lagi) Saya sakit. Ya, pilek. Terima kasih.
Meletakan pesawat telepon.
Seharusnya saya tak boleh marah. Bukankah dia bukan isteri saya lagi? Ah, persetan : pokoknya saya marah! Persetan : cemburuan kumat lagi? Ah, persetan! Saudara bisa mengira apa yang terdapat dalam hati saya. Saudara tahu apa yang ingin saya katakan pada saudara? Saya hanya butuh satu barang, saudara. Ya, benar-benar saya butuh pistol, saudara. Pistol. Saya akan bunuh mereka sekaligus. Kepala mereka cukup besar untuk menjaga agar peluru saya tidak meleset dari pelipisnya.
Nafasnya sudah kacau.
Kalau mayat-mayat itu sudah tergeletak di lantai, apakah saudara pikir saya akan membidikkan pistol itu ke kening saya? Oh, tidak! Dunia dan hidup tidak selebar daun kelor, saudara! Sebagai orang yang jujur dan jangan lupa saya adalah seorang ksatria dan sportif, maka tentu saja secara jantan saya akan menghadap dan menyerahkan diri pada pos polisi yang terdekat dan berkata dengan bangga dan herooik : “Pak saya telah menembak Pronocitra dan Roro Mendut.”
Tentu polisi itu akan tersenyum. Dan kagum campur haru. Dan bukan tidak mungkin ia akan memberi saya segelas teh. Dan baru setelah itu membawa saya ke dalam sebuah sel yang pengap.
Hari selanjutnya saya akan diperiksa. Ya, diperiksa. Lalu diadili. Ya, diadili. Saudara tahu apa yang hendak saya katakan pada hakim? Kepada hakim, kepada jaksa, kepada panitera dan kepada seluruh hadirin akan saya katakan bahwa mereka pengganggu masyarakat maka sudah sepatutnya dikirim ke neraka jahanam. Bukankah bumi ini bumi Indonesia yang ketentramannya harus dijaga oleh setiap warganya?
Saudara pasti tahu seperti saya pun tahu hakim yang botak itu akan berkata seraya menjatuhkan palunya : “Seumur hidup di Nusa Kambangan!”
Pikir saudara saya akan pingsan mendengar vonis semacam itu? Ooo, tidak saudara. Saya akan tetap percaya pada Tuhan. Tuhan lebih tahu daripada Hakim yang botak dan berkaca mata itu.
Lagi pula saya sudah siap untuk dibawa ke Nusa Kambangan. Di pulau itu saya hanya akan membutuhkan beberapa rim kertas dan pulpen. Ya, saudara. Saya akan menjadi pengarang. Saya akan menulis riwayat hidup saya dan proses pembunuhan itu yang sebenarnya, sehingga dunia akan sama membacanya. Saya yakin dunia akan mengerti letak soal yang sejati. Dunia akan menangis. Perempuan-perempuan akan meratap.
Dan seluruh warga bumi ini akan berkabung sebab telah berbuat salah menghukum seseorang yang tak bersalah. Juga saya yakin hakim itu akan mengelus-elus botaknya dan akan mengucurkan air matanya sebab menyesal dan niscaya dia akan membuang palunya ke luar. Itulah rancangan saya.
Saya sudah berketetapan hati. Saya sudah siap betul-betul sekarang. Siap dan nekad. Ooo, nanti dulu. Saya ingat sekarang. Saya belum punya pistol. Dimana saya bisa mendapatkannya? Inilah perasaan seorang pembunuh. Dendam dendam yang cukup padat seperti padatnya kertas petasan. Dahsyat letusannya. Saya ingat Sherlocks Holmes sekarang. Agatha Christi, Edgar Allan Poe. Sekarang saya insaf. Siapapun tidak boleh mencibirkan segenap pembunuh. Sebab saya kini percaya ada berbagai pembunuh di atas dunia ini. Dan yang ada di hadapan saudara, ini bukan pembunuh sembarang pembunuh. Jenis pembunuh ini adalah jenis pembunuh asmara.
Nah, saya telah mendapatkan judul karangan itu.
“Pembunuh Asmara” Lihatlah dunia telah berubah hanya dalam tempo beberapa anggukan kepala. Persetan! Dimana pistol itu dapat saya beli? Apakah saya harus terbang dulu ke Amerika, ke Dallas? Tentu saja tidak mungkin. Sebab itu berarti memberikan mereka waktu untuk melarikan diri sebelum kubekuk lehernya.
Oh, betapa marah saya. Darah seperti akan meledakan kepala saya. Betapa! Sampai-sampai saya ingin menyobek dada ini. Oh,...saya sekarang merasa bersahabat dengan Othello. Saudara tentu kenal dia, bukan? Dia adalah tokoh pencemburu dalam sebuah drama Shakespeare yang terkenal.
Othello. Dia bangsa Moor sedang saya bangsa Indonesia, namun sengsara dan senasib akibat kejahilan cantiknya anak cucu Hawa.
Telepon berdering! Seperti seekor harimau ia!
Itu dia.
Mengangkat pesawat telepon dengan kasar.
Hallo!!! Ya, disini Jazuli !! Kasir !! Ada apa?
Tiba-tiba berubah.
Oh,...maaf pak. Pak Sukandar, kepala saya. Maaf, pak. Saya kira isteri saya. Saya baru saja marah-marah...Ya, ya memang saya...Ya, ya.
Tertawa.
Ya, pak...
Batuk-batuk. Menyedot hidungnya.
Influenza... Ya, mudah-mudahan..Ya, pak....Ya.
Saudara, dengarlah. Dia mengharap saya besok masuk kantor untuk pemberesan keuangan....Ya?..Insya Allah, pak..Ada pegawai baru?..Siapa, pak? Istri saya, pak?
Tertawa.
Ya, pak...
Batuk-batuk dan menyedot hidungnya.
Ya, pak. Terima kasih. Terima kasih, pak. Besok.
Meletakan pesawat telepon.
Persetan! Saya yakin istri saya pasti kehabisan uang sekarang. Apakah saya mesti mengasihani dia? Tidak! Saya mesti membunuhnya.
Seakan menusukkan pisau.
Singa betina! Ya, sebaiknya dengan pisau saja, pisau.
Telepon berdering.
Persetan! Sekarang pasti dia.
Mengangkat telepon.
Kasir disini! Kasir PT Dwi Warna! Apa lagi! Jahanam! Ular betina yang telah menjadikan aku koruptor itu! Jangan bicara apa-apa! Tutup mulutmu! Mulutmu bau busuk! Aku bisa mati mendengar kata-katamu lewat telepon! Cari saja laki-laki lain yang hidungnya besar. Penggoda bah! Cari yang lain! Toch kau seorang petualang!
Meletakan pesawat telepon.
Jahanam! Apakah saya mesti membunuh tiga orang sekaligus dalam seketika? O, ya. Tadi saya sudah memikirkan pisau. Ya, pisaupun cukup untuk menghentikan jantung mereka berdenyut. (geram). Sayang sekali. Pengarang sandiwara ini bukan seorang pembunuh sehingga hambarlah cerita ini.
Tapi tak apa. Toch saya sudah cukup marah untuk membunuh mereka. Namun sebaiknya saya maki-maki dulu alisnya yang nista itu. Saya harus meneleponnya!
Mengangkat telepon.
Kemana saya harus menelepon? Tidak! (meletakan telepon)
Lebih baik saya rancangkan dulu secara masak-masak semuanya sekarang. Demi Allah, saudara mesti mengerti perasaan saya. Bilanglah pada isteri saudara-saudara : “Manis, jagalah perasaan suamimu, supaya jangan bernasib seperti Jazuli.”
Ya, memang saya adalah laki-laki yang malang. Tapi semuanya sudah terlanjur. Sayapun telah siap. Dengan menyesal sekali saya akan menjadi seorang pembunuh dalam sandiwara ini.
Seperti mendengar telepon berdering.
Hallo? Jazuli disini. Jazuli (sadar)
Saya kira berdering telepon tadi. Nah, saudara bisa melihat keadaan saya sekarang. Mata saya betul-betul gelap. Telinga saya betul-betul pekak. Saya tidak bisa lagi membedakan telepon itu berdering atau tidak. Artinya sudah cukup masak mental saya sebagai seorang pembunuh.
Tapi seorang pembunuh yang baik senantiasa merancangkan pekerjaan dengan baik pula seperti halnya seorang kasir yang baik. Mula-mula, nanti malam tentu, saya masuki halaman rumahnya. Saya berani mempertaruhkan separuh nyawa saya, pasti laki-laki itu ada disana. Dalam cahaya bulan yang diterangi kabut : ..Saya bayangkan begitulah suasananya.
Bulan berkabut, udara beku oleh dendam, sementara belati telah siap tersembunyi di pinggang dalam kemeja, saya ketok pintu serambinya.
Mereka pasti terkejut. Lebih-lebih mereka terkejut melihat pandangan mata saya yang dingin, pandangan mata seorang pembunuh.
Untuk beberapa saat akan saya pandangi saja mereka sehingga badan mereka bergetaran dan seketika menjadi tua karena ketakutan. Dan sebelum laki-laki itu sempat mengucapkan kalimatnya yang pertama, pisau telah tertancap di usarnya. Dan pasti isteri saya menjerit, tapi sebelum jerit itu cukup dapat memanggil tetangga-tetangga maka belati ini telah bersarang dalam perutnya. Tentu. Saya akan menarik nafas lega. Kalau mayat-mayat itu telah kaku terkapar di lantai, saya akan berkata : “Terpaksa. Jangan salahkan saya. Keadilan menuntut balas.”
Tiba-tiba pening di kepala.
Tapi kalau sekonyong-konyong muncul kedua anak saya? Ita dan Imam? Kalau mereka bertanya : “Pak, ibu kenapa pak? Pak, ibu pak?
Memukul-mukul kepalanya.
Tuhanku!
Duduk.
Dia melamun sekarang. Dua orang anaknya, Ita dan Imam, 5 dan 4 tahun menari-nari disekelilingnya. Di ruang tengah itu dengan sebuah nyanyian kanak-kanak : Bungaku.
Saudara-saudara bisa merasakan hal ini? Mereka sangat manisnya. Lihatlah. Saya tidak bisa lagi marah. Saya pun tak bisa lagi peduli pada apa saja selain kepada anak-anak yang manis itu. Saya tidak tahu lagi apakah isteri saya cantik apakah tidak. Saya tidak tahu lagi apakah laki-laki itu jahanam apakah tidak.
Saya hanya tahu anak-anak itu sangat manisnya. Betapa saya ingin melihat lagi bagaimana mereka tertawa. Tak ada yang lain mutlak harus dipertahankan kecuali anak-anak itu. Saudara-saudara mengerti maksud saya? Apakah hanya karena cemburu saya mesti merusak kembang-kembang yang telah bermekaran itu?
Balerina-balerina kecil itu menari bagai malaikat-malaikat kecil.
Semangat hidup yang sejati dan keberanian yang sejati timbul dalam diri begitu saya ingat Ita dan Imam anak-anak saya. Seakan mereka berkata : “Pak susulah ibu, pak. Pak, ke kantorlah, pak.”
Ya, Ita. Ya, Imam.
Malaikat-malaikat kecil itu gaib menjelma udara.
Saya harus pergi ke kantor. Akan saya katakan semuanya pada pak Sukandar. Saya akan mengganti uang itu setelah besok saya jual beberapa barang dalam rumah ini. Setelah semua beres saya akan mulai lagi hidup dengan tenang dan tawakal kepada Tuhan. Hari ini hari Jumat, di masjid setelah sembahyang saya akan minta ampun kepada Allah.
Saya tak mau tahu lagi apakah laki-laki Rahwana atau bukan. Saya tak mau tahu lagi apakah Sinta itu serong atau tidak. Saya tidak peduli. Tuhan ada dan laki-laki yang macam itu dan perempuan itu ada dalam hidup saya. Semuanya harus saya hadapi dengan arif, sebab kalau tidak Indonesia akan hancur berhubung saya menelantarkan anak-anak saya, Ita dan Imam.
Telepon berdering.
Jahanam! Kalau saudara mau percaya, inilah sundal itu. Setiap kali saya tengah berpikir begini, jahanam itu menelpon saya.
Telepon berdering lagi.
Jahanam! Inilah sundal itu sesudah uang kantor ludes, apakah ia mengharap rumah ini dijual.
Mengangkat pesawat telepon.
Ya, Misbach Jazuli
Tersirap darahnya.
Saudara, jantung saya berdebar seperti kala duduk di kursi pengantin. Demi Tuhan, tak salah ini adalah suara istri saya. Oh saya telah mencium bau bedaknya. Hutan mawar dan hutan anggrek. Ya, manis. Saya sendiri. Saya yakin dia pun sepikiran dengan saya. Saya akan mencoba menyingkap kenangan lama.
Hallo?..Tentu...Tentu. kenapa kau tidak menelepon tadi? Ya...ke kantor, bukan? Memang saya agak flu dan batuk-batuk.
(akan batuk tapi urung) ...Ya, manis. Kau ingat laut, pantai, pasir, tikar, kulit-kulit kacang..ah, indah sekali bukan?...Tentu...Tentu...He...?...Bagaimana?....Kawin? Kau?...Segera?
Lihatlah, niat baik selamanya tidak mudah segera terwujud. Apa?...Apa? Ha??? Saudara, gila perempuan itu. Apakah ini bukan suatu penghinaan? Dia mengharap agar nanti sore saya datang ke rumahnya untuk melihat apakah laki-laki calon suaminya itu cocok atau tidak baginya. Gila. Hmm, rupanya laki-laki yang dulu itu cuma iseng saja. Ya, tentu..bisa!
Meletakan pesawat dengan kasar.
Jahanam. Saudara tentu mampu merasakan apa yang saya rasakan. Beginilah, kalau pengarang sandiwara ini belum pernah mengalami peristiwa ini. Beginilah jadinya. Saya sendiri pun jadi bingung untuk mengakhiri cerita ini.
(tiba-tiba) Persetan pengarang itu! Jam berapa sekarang? Persetan semuanya! Yang penting saya akan ke kantor meski sudah siang. Dari kantor saya akan langsung ke masjid. Dari masjid langsung ke rumah mertua saya. Langsung saya boyong semuanya. Anak-anak itu menanti saya. Persetan! Sampai ketemu. Selamat siang.
Melangkah seraya menyambar tasnya. Tiba-tiba berhenti. Setelah mengeluarkan sapu tangan, batuk-batuk dan menyedot hidungnya.
Saya influenza, bukan ?
SELESAI
Rabu, 20 Mei 2009
PUSAT BAHASA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional
Jalan Daksinapati Barat IV
Rawamangun, Jakarta 13220
Tel. (021) 4706288
Faks. (021) 4750407
posel: pb@diknas.go.id
Penelitian Bahasa Indonesia di Jawa Oleh Pusat Bahasa
Antonimi dalam Bahasa Jawa. Sudaryanto [et al.]. 1995. xii, 129 hlm.; 21 cm.
Beberapa Masalah Sintaksis dalam Bahasa Jawa. Gloria Poedjosoedarmo [et al.]. 1981. xi, 57 hlm.; 21 cm.
Diatesis Aktif-Pasif dalam Wacana Naratif Bahasa Jawa (Novel Tunggak-Tunggak Jati). Restu Sukesti [et al.]. 1998. xi, 178 hlm.; 21 cm.
Diatesis dalam Bahasa Jawa. Sudaryanto [et al.] 1991. xiii, 110 hlm.; 21 cm.
Frasa Nomina dalam Bahasa Jawa. Gina [et al.]. 1986. xvi, 160 hlm.; 21 cm.
Frasa Verba dalam Bahasa Jawa. Soerono [et al.]. 1986. xv, 283 hlm.; 21 cm.
Geografi Dialek Bahasa Jawa Kabupaten Demak. Sudaryono [et al.]. 1990. xii, 241 hlm.; 21 cm.
Geografi Dialek Bahasa Jawa Kabupaten Jepara. Dirgo Sabariyanto [et al.]. 1985. xvi, 270 hlm.; 21 cm.
Geografi Dialek Bahasa Jawa di Kabupaten Pacitan. Mas Haryadi [et al.].1986. xxi, 244 hlm.; 21 cm.
Geografi Dialek Bahasa Jawa Kabupaten Pati. Dirgo Sabariyanto [et al.]. 1983. xix, 250 hlm.; 21 cm.
Geografi Dialek Bahasa Jawa Kabupaten Pekalongan. Raminah Baribin [et al.]. 1986.
Geografi Dialek Bahasa Jawa Kabupaten Rembang. Soedjarwo [et al.]. 1987. xix, 223 hlm.; 21 cm.
Geografi Dialek Bahasa Jawa Kabupaten Surabaya. Soetoko [et al.]. 1984. xix, 204 hlm.; 21 cm.
Geografi Dialek Bahasa Jawa Kabupaten Tuban. Sunaryo H.S. [et al.]. 1984. xii, 206 hlm.; 21 cm.
Geografi Dialek Banyuwangi. Soetoko Soekarto [et al.]. 1981. xiv, 181 hlm.; 21 cm.
Interferensi Gramatikal Bahasa Indonesia dalam Bahasa Jawa. Abdulhayi [et al.]. 1985. xiii, 124 hlm; 21 cm.
Jenis Peran Kalimat Tunggal Bahasa Jawa. Sukardi. 1996. vii, 111 hlm.; 21 cm.
Kaidah Penggunaan Ragam Kromo Bahasa Jawa. B. Ekowardono [et al.]. 1993. xii, 125 hlm.; 21 cm.
Kajian Wangsalan dalam Bahasa Jawa. D. Edi Subroto [et al.]. 2000. x, 110 hlm.; 21 cm.
Kalimat Pasif dalam Bahasa Jawa. Syamsul Arifin [et al.]. 1999. vii, 112 hlm.; 21 cm.
Kata Tugas Bahasa Jawa. Rusyadi [et al.]. 1985.
Keterangan dalam Kalimat Bahasa Jawa. Sudaryanto (ed.). 2001.vii, 150 hlm.; 21 cm.
Kitab Bunga Rampai: Kajian Singkat Bentuk dan Isi. Imam Budi Utomo dan Umar Sidik. 2001. viii, 220 hlm.; 21 cm.
Klausa Pemerlengkapan dalam Bahasa Jawa. Herawati [et al.]. 2000. x, 142 hlm.; 21 cm.
Koherensi dalam Wacana Naratif Bahasa Jawa. Sumadi dan Dirgo Sabariyanto. 1998. iv, 110 hlm.; 21 cm.
Kohesi dan Koherensi dalam Wacana Naratif Bahasa Jawa. Sumadi [et al.] 1998. x, 110 hlm.; 21 cm.
Konjungsi Koordinatif Gabung dalam Bahasa Jawa. Wedhawati [el al.]. 1998. 83 hlm.; 21 cm.
Koordinatif Gabung dalam Bahasa Jawa. Wedhawati [et al.]. 1998. ix, 73 hlm.; 21 cm.
Kosakata Bahasa Jawa. Rusyadi [et al.] 1985. xiii, 249 hlm.; 21 cm.
Masalah Sintaksis Bahasa Jawa. Gloria Poedjosoedarmo [et al.]. 1981. xi, 57 hlm.; 21 cm.
Medan Makna Aktivitas Kaki dalam Bahasa Jawa. Sri Nardiati [et al.]. 1998. x, 126 hlm.; 21 cm.
Medan Makna Rasa dalam Bahasa Jawa. Suwadji [et al.]. 1995. xii, 202 hlm.; 21 cm.
Modalitas dalam Bahasa Jawa. B. Karno Ekowardono [et al.]. 1999. vii, 112 hlm.; 21 cm.
Morfofonemik Bahasa Jawa Dialek Surabaya. Sugeng Adipitoyo [et al.]. 1999. xi, 103 hlm.; 21 cm.
Morfologi Bahasa Jawa. Soepomo Poedjosoedarmo. 1979.
Morfosintaksis Bahasa Jawa. Suwadji [et al.]. 1986. xiii, 133 hlm.; 21 cm.
Pelesapan Objek dalam Bahasa Jawa. Sukardi 1997. x, 77 hlm.; 21 cm.
Pemakaian Bahasa Jawa dalam Media Massa Cetak. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. xiii, 98 hlm.; 21 cm.
Pemakaian Bahasa Jawa di Daerah Pesisir Utara Jawa Timur Bagian Sempit. Soedjito [et al.]. 1986. xviii, 110 hlm.; 21 cm.
Penelitian Bahasa dan Sastra Babad Demak Pesisiran. Suripan Sadi Hutomo [et al.]. 1984.
Penelitian Bahasa dan Sastra dalam Naskah Cerita Sri Tanjung di Banyuwangi. Anis Aminoedin [et al.]. 1986.
Pengajaran Bahasa Jawa di Sekolah Dasar. Sarjana Hadiatmaja [et al.]. 1987. xi, 215 hlm.; 21 cm.
Pengajaran Bahasa Jawa di SMTP Daerah Istimewa Yogyakarta. MukidiAdisoemarto [et al.]. 1986. xviii, 200 hlm.; 21 cm.
Pengajaran Bahasa Jawa di SPG Daerah Istimewa Yogyakarta. Slamet Riyadi [et al.]. 1994. xii, 196 hlm.; 21 cm.
Perbandingan Semantis Makna atas--bawah dalam Bahasa Indonesia-Jawa-Sunda. Kurniatri Resminingsih, Menuk Hardaniwati, dan Lien Sutini.1998. xi, 135 hlm.; 21 cm.
Perbandingan Sistem Morfologi Verba Bahasa Jawa dengan Sistem Morfologi Verba Bahasa Indonesia. Suwadji, Dirgo Subaryanto, dan Samit Sudiro. 1991. xiii, 118 hlm.; 21 cm.
Preposisi dalam Bahasa Jawa. Wedhawati [et al.]. xxi, 216 hlm.; 21 cm.
Ragam Panggung dalam Bahasa Jawa. Soepomo Poedjosoedarmo [et al.]. 1986. xiii, 154 hlm.; 21 cm.
Sistem Derivasi dan Infleksi Bahasa Jawa Dialek Tengger. Sunoto [et al.]. 1990. xvii, 158 hlm.; 21 cm.
Sistem Morfologi Kata Kerja Bahasa Jawa Dialek Jawa Timur. Soedjito [et al.]. 1981. xv, 251 hlm.; 21 cm.
Sistem Morfemis Adjektiva Bahasa Jawa-Indonesia: Suatu Studi Kontrastif. Sumadi [et al.]. 1995. xii, 91 hlm.; 21 cm.
Sistem Morfemis Nomina Bahasa Jawa-Indonesia: Suatu Studi Kontrastif. Sri Nardiati [et al.]. 1995. iii, 139 hlm.; 21 cm.
Sistem Perulangan Bahasa Jawa. Soepomo Poedjosoedarmo [et al.]. 1981. xii, 154 hlm.; 21 cm.
Sistem Perulangan Bahasa Jawa Dialek Jawa Timur. Soedjito. 1985.
Struktur Bahasa Jawa di Perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur Bagian Utara. L. Soemarto [et al.]. 1986. xi, 96 hlm.; 21 cm.
Struktur Bahasa Jawa Dialek Banten. Iskandarwassid [et al.]. 1985. xi, 123 hlm.; 21 cm.
Struktur Bahasa Jawa Dialek Tengger. Soedjito [et al.]. 1984. xxv, 210 hlm.; 21 cm.
Struktur Bahasa Jawa Pesisir Utara Jateng (Tegal dan Sekitarnya). Suwadji [et al.]. 1981. xvi, 257 hlm.; 21 cm.
Struktur Peran Kalimat Tunggal Berpredikat Kategori Verbal dalam Bahasa Jawa. Sukardi Mp. 1995. ix, 111 hlm.; 21 cm.
Struktur Semantis Verba dan Aplikasinya pada Struktur Kalimat dalam Bahasa Jawa.Tubiyono [et al.]. 2001. x, 154 hlm.; 21 cm.
Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Jawa. D. Edi Subroto [et al.]. 1991. xviii, 176 hlm.; 21 cm.
Tata Bahasa Jawa Mutakhir. Wedawati [et al.]. 2001. xxx, 562 hlm.; 21 cm.
Tingkat Tutur Bahasa Jawa. Soepomo Poedjosoedarmo [et al.]. 1979.
Tingkat Tutur Bahasa Jawa Dialek Banyuwangi: Buku I. Mas Moeljono [et al.]. 1986. xviii, 91 hlm. 21 cm.
Tipe-Tipe Klausa Bahasa Jawa. Syamsul Arifin [et al.]. 1990. xi, 99 hlm.; 21 cm.
Tipe-Tipe Semantik Bahasa Jawa. Syamsul Arifin [et al.]. 1987. xiii, 179 hlm.; 21 cm.
Verba Transitif Dialek Osing: Analisa Tagmemik. Dendy Sugono 1985. xiv, 81 hlm.; 21 cm.
Rapat Kerja Pembahasan RUU Kebahasaan
Turut hadir dalam rapat kerja tersebut Kepala Pusat Bahasa, Dr. H. Dendy Sugono dan perwakilan dari Biro Hukum dan Organisasi, serta Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional (Balitbang Depdiknas). (hr.)
Analisis Asimilasi Morfofonemik Bahasa Simalungun
Keyword: fonem, morfem, morfofonemik, asimilasi
Creator: Betty Rosalina Nababan
Description (Indonesia):
Judul Penelitian ini adalah Analisis Asimilasi Morfofonemik Bahasa Simalungun. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan terjadinya asimilasi morfofonemik dalam bahasa Simalungun, jenis asimilasi, tipe asimilasi morfofonemik, dan fungsi asimilasi morfofonemik bahasa Siamlungun. Data diambil dari sumber tertulis dan sumber lisan, selanjutnya data dianalisis berdasarkan teori Linguistik Struktural yang dikembangkan Blommfield, Ramlan, dan pakar structural lainnya. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua fonem atau bunyi dilafalkan seperti yang tertera dalam tulisan, beberapa fonem yang saling berdekatan yang berbeda dalam tulisan menjadi mirip atau sama dalam pengucapan.
Other Description:
The title of this research is Morphophonemic Assimilation Analysis on Simalungun Language. The objective of this research would be to describe the occurrence of the morphophonemic assimilation, the type of morphophonemic assimilation, and function of morphophonemic assimilation in Simalungun language. The data were taken from written and oral resource, and then the data were analyzed based on Structural Linguistic theory developed by Bloomfield, Ramlan, and another structural experts. The findings of the research indicated that not all phonemes or sounds uttered as what was written, some adjacent and different phonem in writing became similar or the same in pronunciation.
Teori Morfologi
2
MORFOLOGI
Morfologi berasal daripada bahasa Greek, iaitu :
morf = bentuk
logos = ilmu
Ilmu yang mengkaji soal yang berhubung dengan :
- selok belok bentuk kata
- kemungkinan adanya perubahan golongan kata
( fungsi gramatik )
- kemungkinan perubahan makna kata akibat daripada
perubahan bentuk kata ( fungsi semantik )
3
MORFOLOGI DAN LEKSIKOLOGI
Morfologi
( morphology)
Mengkaji struktur, bentuk dan golongan
kata dan makna yang wujud akibat
peristiwa gramatis.
Contoh :
Runcing (KA)
Keruncingan (KN)
Meruncingi (KKT)
Meruncingkan (KKT)
Leksikologi
( lexicology )
Mengkaji dan menganalisis kosa kata
serta makna dan evolusinya.
Contoh :
Runcing : berhujung tajam
Keruncingan : perihal runcing
Meruncingi : meraut
Meruncingkan : membuat jadi runcing
4
Contoh lain
Bermasak : yang sudah masak
Bermasak-masak : sedang memasak lauk-pauk
Bermasakan / bermasak-masakkan : sedang masak ( buah-buahan )
Memasak / mempermasakkan : mengolah makanan supaya masak
Memasak-masak : membuat pelabagai kuih
Masak-memasak : hal / urusan memasak makanan
Memasakkan : memasak untuk orang lain atau menjadi masak
Masakan : apa-apa yang dimasak
Pemasak : orang yang memasak
Pemasakan : hal memasak
Semasak : selama masa yang perlu
5
MORFOLOGI DAN ETIMOLOGI
MORFOLOGI
ETIMILOGI
Menyelidik peristiwa / kejadian
umum yang dapat dikatakan
sebagai sistem bahasa.
Contoh :
melupakan-dilupakan
melupai-dilupai
memberi-diberi
memberi-diberikan
kata-mengatakan
nyata-menyatakan
Mengkaji / menyelidik asal usul
sesuatu kata secara khusus.
Contoh :
kena-berkenan
lupa-alpa
lekuk-keluk
cilik-kecil
saya-sahaya
psikologi
wisma
6
MORFOLOGI DAN SINTAKSIS
MORFOLOGI
SINTAKSIS
Mengkaji morfem dan kata
Contoh :
Aminah akan mengadakan
Perjalanan jauh.
Aminah : satu morfem
akan : satu morfem
mengadakan : tiga morfem
meN-
ada
kan
perjalanan : dua morfem
per….an
jalan
jauh : satu morfem
unsur ke…an dengan
tidak adil, tidak mampu, tidak serasi…
Mengkaji frasa, klausa, ayat
dan wacana.
Contoh :
Aminah akan mengadakan
perjalanan jauh.
Aminah : subjek
akan mengadakan : predikat
perjalanan jauh : frasa objek
Hubungan kata tidak dengan
adil
mampu
serasi
cukup
7
MORFOLOGI
FOKUS KAJIAN
STRUKTUR KATA
Susunan bunyi ujaran / tulisan yang menjadi unit bahasa yang bermakna
BENTUK KATA
Rupa unit tatabahasa, sama ada berbentuk tunggal atau terbitan daripada
proses pengimbuhan, pemajmukan dan penggandaan
PENGGOLONGAN KATA
Penjenisan kata berasaskan persamaan bentuk / rupa dan fungsi / peranan
dengan anggota lain dalam golongan yang sama
8
MORFEM
Unit tatabahasa / bentuk yang paling kecil
Bentuk yang bermakna leksikal atau fungsian
Tiada bentuk lain sebagai unsurnya
ditendang
di + tendang ialah morfem kerana tiada lagi bentuk lain yang
lebih kecil daripada bentuk di dan tendang
9
ALOMORF
meN +
baja membaja
tadbir mentadbir
asas mengasas
langgar melanggar
had mengehad
meN ialah morfem. Apabila meN ini hadir dengan bentuk
lain ( morfem bebas), maka perubahan bentuk terjadi akibat
kehadiran fonem awal yang dilekatinya.
10
Makna morfem ini tetap, walaupun bentuknya berubah, iaitu
melakukan pekerjaan seperti makna kata dasar.
Oleh itu, bentuk me, men, mem, meng dan menge merupakan
anggota meN. Anggota morfem seperti ini disebut alomorf, dan
setiap unsur itu disebut morf.
Alomorf ( allomorph ) ialah kelainan yang tidak distingtif yang
merupakan anggota daripada satu morfem.
Distingtif ialah sifat pembeda ciri sesuatu unit linguistik yang
membedakan satu unit linguistik dengan unit linguistik yang lain.
11
CARA MENGENAL MORFEM
Morfem dapat dikenali melalui prinsip tertentu
Salah satu prinsip yang popular ialah analisis konstituen terdekat, analisis unsur langsung atau IC ( Immediate Constituent ), iaitu :
Unsur yang secara langsung dapat membentuk suatu bentuk yang lebih besar
12
Caranya, mencari bentuk yang satu tingkat lebih kecil daripadabentuk yang dianalisis, berasaskan penggunaannya oleh penutur jati bahasa itu.
Misalnya bentuk kepanasan. Berasaskan paradigma, kita dapat
tentukan bahawa bentuk dasarnya ialah panas. Jika kita gunakan kaedah mencari, mungkin kita memperoleh bentuk satu tingkat lebih kecil, iaitu kepanas atau panasan.
Oleh sebab bentuk ini tidak digunakan oleh penutur jati bahasa
Melayu, maka bentuk ini sewajarnya ditolak. Bentuk yang lebih
wajar ialah panas.
13
Cara pembentukannya dapat digambarkan seperti berikut :
ke
panas
an
kepanasan
Bentuk kepanasan mengandung dua morfem, iaitu ke….an
dan panas
men
jalan
kan
menjalankan
14
JENIS MORFEM
Morfem Bebas
Morfem yang boleh berdiri sendiri sebagai satu kata, dan mempunyai makna
yang tersendiri, serta berfungsi dalam ujaran. Bentuk ini tidak memerlukan
kata lain. Contoh :
ikan, meja, baju, kertas, manusia, jalan
Morfem Terikat
Morfem yang tidak boleh berdiri sendiri sebagai kata, dan hanya wujud
sebagai imbuhan yang digabungkan dengan morfem lain untuk membentuk
kata yang berfungsi dalam ujaran. Contoh :
ber + jalan = berjalan
tulis + kan = tuliskan
ke + tulang + an = ketulangan
15
Morfem Dasar
Morfem berfungsi sebagai dasar untuk membentuk morfem yang lebih besar,
iaitu kata terbitan. Contoh:
ber + buru = berburu
buru ialah morfem dasar untuk kata berburu
ke + adil + an = keadilan
adil ialah morfem dasar untuk kata keadilan
Morfem Kecuali
Morfem yang kehadirannya tidak menjejaskan morfem dasar yang dilekatinya.
Contoh:
mem + berangkat + kan
berangkat + kan
berangkat
Morfem mem dan kan ialah morfem kecuali
16
Morfem Wajib
Morfem yang perlu dilekatkan morfem lain untuk membolehkannya berfungsi dalam ujaran. Contoh :
juang daya juang
berjuang
memperjuangkan
perjuangan
temu temu duga
janji temu
temu janji
bertemu
menemukan
menemui
kesejukan kesejuk
sejukan
ke dan an tidak berfungsi jika salah satunya tiada
17
Morfem Tidak Wajib
Morfem yang tanpa kehadirannya, morfem lain masih boleh berfungsi
dalam ujaran. Contoh :
di dimakan
Morfem Tertutup
Morfem yang tidak menerima morfem lain untuk membentuk kata yang
berfungsi dalam ujaran. Contoh :
yang
dan
bahawa
berkepemimpinan
berkesudahan
18
Morfem Terbuka
Morfem yang masih memungkinkan morfem lain untuk melekat pada morfem itu, dan dapat menerbitkan makna lain. Contoh :
kesudahan > berkesudahan
pemimpin > kepemimpinan
banyak > kebanyakan
bersih > kebersihan
indah > keindahan
> memperindah
Morfem Unik
Morfem yang kehadirannya terhad pada morfem tertentu sahaja. Contoh :
kering kontang
pucat lesi
merah menjahang
hitam legam
Kontang, lesi, menjahang dan legam tidak dapat digabungkan dengan
unsur lain.
19
Morfem Intonasi
Pola intonasi yang membedakan pelbagai jenis ujaran. Contohnya
intonasi menaik dalam ayat tanya tanpa kata tanya. Contoh :
Sudah bertunang ?
Anda hendak makan ?
Morfem Terbahagi
ke + ada + an > keadaan
mem + besar > membesar
mem + besar + kan > membesarkan
mem+ per + besar > memperbesar
pe + pimpin > pemimpin
ke + pe + pimpin + an > kepemimpinan
meng + ubah > mengubah
ubah + kan > mengubahkan
me + tunjuk +kan > menunjukkan
20
Morfem Kosong
Morfem yang berubah fungsi tatabahasa dengan tidak mengubah bentuk.
Contoh :
deer deer = rusa
sheep sheep = kambing biri-biri
saudara saudara
Deer dan sheep tunggal atau jamak sama sahaja. Begitu juga saudara
yang bermaksud tunggal dengan saudara yang bermaksud jamak.
Morfem Tunggal: morfem yang rediri daripada satu morfem. Contoh:
duduk, bangun, makan, minum, jatuh
Morfem Kompleks
Morfem yang terdiri daripada dua morfem atau lebih. Contoh :
temu duga, perjalanan, ketua polis negara
21
IMBUHAN
Unit/unsur tertentu (morfem terikat) yang ditambah/dilekatkan pada
unsur/bentuk lain, sama ada bentuk dasar atau bentuk akar kata untuk
mewujudkan satu kata lain, yang berfungsi dalam ujaran, serta
mengakibatkan perubahan makna ketatabahasaan kata baharu yang
terhasil itu.
Jenis imbuhan dapat diasaskan kepada tiga kriteria, iaitu: posisi,
keproduktifan, asal.
Berasaskan posisi, imbuhan dapat dibahagikan kepada lima, iaitu :
awalan, akhiran, sisipan, apitan, dan gabungan.
22
Awalan ialah imbuhan yang diletakkan di awal kata akar atau kata dasar
untuk membentuk kata.
ber + tambah > bertambah
ter + senyum > tersenyum
mem + bantu > membantu
pe + laksana > pelaksana
per + sada > persada
Akhiran ialah imbuhan yang diletakkan di akhir kata akar atau kata dasar
untuk membentuk kata yang berfungsi dalam ujaran. Contoh :
lari + an > larian
gemar + i > gemari
sejuk + kan > sejukkan
butir + an > butiran
awas + i > awasi
mandi + kan > mandikan
23
Sisipan ialah imbuhan yang diletakkan di tengah kata akar atau kata dasar ( morfem dasar yang dimulai konsonan ) untuk membentuk kata yang berfungsi dalam ujaran. Contoh :
er + gigi > gerigi
em + guruh > gemuruh
el + gegar > gelegar
in + sambung > berkesinambungan
Apitan ialah imbuhan yang terdiri daripada gabungan serentak awalan dan akhiran untuk mengiringi kata akar atau kata dasar ( pengimbuhan serentak ) untuk membentuk kata yang berfungsi dalam ujaran. Contoh :
ke + aib + an > keaiban
pe + laksana + an > pelaksanaan
me + tunjuk + kan > menunjukkan
me + wujud + kan > mewujudkan
ke + silap + an > kesilapan
24
Gabungan ialah imbuhan yang terdiri daripada dua atau lebih imbuhan
yang tidak perlu hadir serentak untuk membentuk kata yang berfungsi
dalam ujaran. Contoh:
mem + per + lebar > memperlebar
mem + per + indah > memperindah
di + per + luas > diperluas
Berasaskan keproduktifan, imbuhan dilihat dari sudut produktif dan
nonproduktif. Imbuhan produktif ialah imbuhan yang mempunyai
keupayaan untuk dilekatkan pada morfem lain untuk membentuk kata
yang berfungsi dalam ujaran.
meN me + ledak > meledak, men + ternak > menternak
mem + bawa > membawa, meng + galas > menggalas,
menge + ram > mengeram
di di + jual > dijual, di + guna + kan > digunakan.
an lapis + an > lapisan, suku + an > sukuan.
25
Imbuhan nonproduktif ialah imbuhan yang tidak berkeupayaan untuk
dilekatkan pada morfem lain. Contoh :
el + tunjuk > telunjuk, em + gilang > gemilang, er + gigi > gerigi
Berdasarkan asalnya, imbuhan dapat dibahagikan kepada dua, iaitu
imbuhan asli dan imbuhan pinjaman.
Imbuhan asli ( jati ) ialah imbuhan yang berasal daripada bahasa ibunda
penutur. Contoh dalam bahasa Melayu ialah :
ber + rantai > berantai
me + nanti > menanti
ter + cinta > tercinta
per + tapa > pertapa
pe + laris > pelaris
di + sunting > disunting
hangat + kan > hangatkan
akhir + i > akhiri
ed + gebuk > gedebuk
ke + gelap + an > kegelapan
26
Imbuhan asing ialah imbuhan yang belum berupaya keluar daripada
lingkungan bahasa imbuhan itu. Contoh :
hadir + in > hadirin, hadir + at > hadirat, muslim + in > muslimin,
muslim + at > muslimat, ustaz + ah > ustazah
Imbuhan serapan ialah imbuhan yang berasal daripada bahasa lain
( yang bukan bahasa penutur ) tetapi imbuhan ini sudah dianggap sebati
dengan bahasa penutur, iaitu imbuhan ini sudah berupaya keluar daripada
lingkungan bahasa asal.
budaya + wan > budayawan
seni + man > seniman
karya + wan > karyawan
seni + wati > seniwati
harta + wan > hartawan
derma + wan > dermawan
27
KATA
Kata mempunyai ciri yang berikut:
Satuan bebas yang paling kecil
Dua satuan bebas, iaitu satuan fonologi dan satuan gramatis
Mempunyai makna lengkap
Dapat berdiri sendiri dalam ayat
Satuan fonologi bermaksud kata terdiri daripada satu atau beberapa suku
kata, dan suku kata itu sendiri terdiri daripada satu atau beberapa fonem
yang wujud sebagai unsur atau konstituen dalam ayat. Contoh :
ber + ma + lam > 3 suku kata
ber > 3 fonem /b/, /e/, /r/
ma > 2 fonem /m/, /a/
lam > 3 fonem /i/, /a/, /m/
bermalam > 8 fonem
28
Satuan gramatis bermaksud kata terdiri daripada satu atau beberapa
morfem yang wujud sebagai unsur atau konstituen dalam ayat. Contoh :
bermalam > 2 morfem
ber + malam
kemalaman > 2 morfem
ke…an + malam
berkepemimpinan > 4 morfem
ber, ke….an, pe + pimpin
Satuan fonologi dan satuan gramatis ini menunjukkan bahawa definisi
kata berdasarkan kriteria :
makna
fonologi ( tanda sebagai gabungan arbitrari antara representasi
fonologi yang utuh dan distingtif dengan makna )
- fungsi sebagai unsur minimum yang bebas
29
Pokok kata bermaksud satuan yang tidak dapat berdiri dalam ujaran
biasa, dan secara gramatis tidak bersifat bebas.
Satuan ini tidak termasuk dalam golongan imbuhan kerana satuan ini
mempunyai sifat tersendiri, dan dapat dijadikan bentuk dasar. Contoh :
temu > bertemu
juang > pejuang, berjuang
tawa > ketawa
ambil > ambilan, mengambil
main > bermain, mainan
jabat > jabatan, pejabat
baca > membaca, bacaan
sandar > penyandar, bersandar
alir > aliran
30
Berikut ialah contoh kata satuan bebas :
kertas, baju, mentah, nasi, jagung, kenegaraan, warganegara,
tanggungjawab, tamadun, ketidakadilan, kebahagiaan, kesedihan,
kesepakatan, berdarmawisata, sabun, dirgahayu, kesinambungan,
toksid, abstrak, tekal, lestari, matra, citra, matahari, bulan,bintang,
dewa, raja, menteri, sultan, sabut, indah, cantik, menawan, buku,
almari, berkelah, menghadap, bertanya, pintu, belakang, hadapan,
pagar, rumah, batu, anjung, bumbung, tangga, kereta api, alat tulis…
31
Berikut ialah contoh dua satuan bebas :
jatuh hati, masuk hantu, rampas kuasa, tumbuk rusuk, luar musim,
racun serangga, luar negara, rumah sakit, rumah putih
Berikut ialah contoh kata yang bukan satuan bebas, tetapi bersifat satuan
bebas. Oleh itu, dianggap satuan bebas :
dari, daripada, sangat, amat, paling, nian, begitu, kepada, kerana
oleh, sebagainya, juga, sungguhpun, sekalipun, namun, pada, paling,
walau, bagaimana, dapat, boleh, ialah, adalah, maka, al-kisah, memang,
biar, jika, jikalau
32
BENTUK KATA
Dari segi bentuknya, kata dapat dibahagikan kepada empat iaitu:
kata dasar
kata berimbuhan
kata berulang
kata majmuk
Kata dasar ialah kata akar yang menjadi dasar kepada sesuatu kata. Kata
dasar mungkin berupa :
kata,
pokok kata,
frasa,
kata + kata
kata + pokok kata,
pokok kata + pokok kata
33
Contoh bentuk kata dasar :
berpakaian
berkesudahan
pemerolehan
pengetua
mengetepikan
dianaktirikan
pakaian
kesudahan
peroleh
ketua
ke tepi
anak tiri
pakai
sudah
oleh
tua
Bentuk dasar
Bentuk akar / dasar
34
Kata berimbuhan ialah kata yang mengalami perubahan bentuk akibat kehadiran imbuhan pada awal, tengah, atau akhir sama ada secara gabungan atau apitan. Contoh :
me + tarik > menarik
el + getar > geletar
masak + kan > masakkan
ke + asli + an > keaslian
Masak + an > masakan
35
KATA DASAR
YANG
MENERIMA
IMBUHAN
AKAR
TUNGGAL
TERBITAN
MAJMUK
RANGKAI KATA
pertapaan
daratan
pengeposan
keberkesanan
keberuntungan
berdaya serap
keibubapaan
ketidaksempurnaan
ketidakmampuan
36
KATA GANDA
Kata ganda ialah kata yang terbentuk daripada kata yang diulang atau
digandakan sebahagian atau seluruhnya
Berdasarkan ini, kata ganda dapat dibahagikan kepada empat jenis, iaitu :
Kata ganda seluruh ( pengulangan dwilingga ). Contoh :
pohon-pohon
kuda-kuda
kejadian-kejadian
kegiatan-kegiatan
fikiran-fikiran
mata-mata
rama-rama
37
Kata ganda separa ( pengulangan dwipurwa ) Contoh :
tangga tetangga
tamu tetamu
luhur leluhur
tirah tetirah
Kata ganda berirama. Contoh :
gerak-gerik
sayur-mayur
batu-batan
lauk-pauk
38
Kata ganda berimbuhan ( pengulangan dwilingga berimbuhan ).
Contoh :
bermanja-manja
tarik-menarik
tali-temali
melihat-lihat
39
MORFOFONEMIK
Kajian tentang peristiwa perubahan fonem akibat pertemuan morfem
dengan morfem yang menghasilkan kata, dan kata dengan kata yang
menghasilkan frasa.
Morfofonemik dapat dibahagikan kepada dua, iaitu :
morfofonemik kata
morfofonemik frasa
Morfofonemik kata ialah perubahan fonem akibat pertemuan morfem
yang mewujudkan kata. Contoh :
me + tari = menari
me + tulis = menulis
me + sayang = menyayang
me + suci = menyuci
40
Morfofonemik frasa ialah perubahan fonem akibat satu kata yang diikuti kata lain yang mewujudkan frasa.
Contoh :
putito = telur
mohutodu = busuk
putitaa mohutodu = telur busuk
PEMBELAJARAN MORFOFONEMIK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK INKUIRI PADA SISWA KELAS 2 SMU BAYAH TAHUN PELAJARAN 2005/2006
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dewasa ini belum menampakkan hasil yang memuaskan. Hal ini terbukti dari seringnya terungkap dalam berbagai media cetak tentang rendahnya mutu pengajaran bahasa Indonesia.
Kegagalan dan keberhasilan pengajaran di sekolah-sekolah tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktomya adalah faktor tujuan. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia harus diarahkan pada aspek-aspek keterampilan berbahasa. Aspek-aspek keterampilan berbahasa tersebut meliputi keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis.
Berbicara mengenai aspek-aspek keterampilan berbahasa, maka pembicaraan tersebut tidak lepas dari tujuan pengajaran bahasa secara umum. Oleh karena itu, tujuan pengajaran bahasa Indonesia tidak semata-mata mengajarkan siswa agar menguasai ilmu bahasa, akan tetapi harus diajarkan bagaimana seorang siswa terampil berbahasa. Dengan demikian, berbahasa berarti belajar kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia lisan maupun tulisan (Tarigan, 1995:32).
Berdasarkan hasil pengarnatan penulis, ada beberapa hal yang diamanatkan dalam kuriikulum, yakni perbandingan bobot pembelajaran bahasa dan sastra sebaiknya seimbang dan dapat disajikan secara terpadu, misalnya wacana sastra dapat sekaligus dipakai sebagai bahan pembelajaran bahasa (Depdikbud, 1994:3). Hal itu membuktikan bahwa pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bukanlah suatu pembelajaran yang harus diajarkan terpisah-pisah, tetapi suatu pembelajaran yang terpadu.
Seorang guru bahasa Indonesia mempunyai tanggung jawab ganda, yaitu membina kemampuan menyampaikan dan menerima pesan baik lisan maupun tulisan. Sementara itu, bentuk aktivitas lain yang terlihat dalam proses belajar, akhimya akan terkait dengan mengembangkan kemampuan menulis. Hal itu sesuai dengan pendapat Rahmanto (1988:111) yang menyatakan, bahwa dalam proses belajar bahasa dan sastra, akhimya terkait juga dengan mengembangkan kemampuan menulis ekspresif dan kreatif
Tulisan yang baik menuntut suatu penyajian pokok persoalan yang jelas, pengungkapan ide-ide secara teratur, dan pola pembentukan kata sebagai dasar menyusun kalimat yang baik. Tulisan tersebut akan baik jika pemahaman terhadap morfofonemiknya baik. Dengan demikian, untuk latihan menulis, hendaknya memahaini pola pembentukan kata terlebih dahulu melalul morfofonemik.
Morfofonemik merupakan proses berubahnya fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem awal atau fonem yang mendahuluinya. Perubahan fonem itu sesuai dengan fonem bentuk dasar yang dilekatinya dan perubahan morfofonemik memegang peranan penting dalam proses pembentukan kalimat yang baik, terutama dalam pembentukan kata tulis.
Telaah morfofonemik dalam sebuah wacana dimaksudkan untuk mengetahul apakah proses pembentukan kata yang dibuat para siswa sudah sesuai dengan ketentuan atau belum. Oleh karena itu, telaah ini memiliki peranan penting dalam rangka meningkatkan keterampilan berbahasa, sehingga dengan kemampuan dan pengalaman yang kita miliki, kita dapat menganalisis pola bentukan kata yang dibuat para siswa dan dapat memberikan kontribusi dalam pembelajaran struktur.
Hal yang perlu dipertegas dalam telaah morfofonemik pada karangan siswa, yakni untuk menemukan pola bentukan kata, kontruksi kalimat, dan struktur bahasanya. Dengan demikian, penelitian ini cukup representatif jika dianalisis mengingat penelitian ini mengutamakan kecermatan siswa dalam menentukan kata dan pola pembentukan kata yang dipakai. Sekaitan dengan itu penulis mengajukan judul: Pembelajaran Morfofonemik dengan Menggunakan Teknik Inkuiri pada Siswa Kelas 2 SMU Bayah Tahun Pelajaran 2005/2006.
1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah
1.2.1 Perumusan Masalah
Untuk mencapai tujuan penelitian yang tepat dan terarah, maka penulis membuat rumusan penelitian ini sebagai berikut:
1) Mampukah penulis mengajarkan morfofonemik dengan menggunakan teknik inkuiri pada karangan siswa Kelas 2 SMU 1 Bayah?
2) Berhasilkah siswa Kelas 2 SMU 1 Bayah belajar morfofonemik melalui teknik inkuiri ?
3) Tepatkah teknik inkuiri digunakan dalam mengajarkan morf'ofonemik pada karangan siswa kelas 2 SMU 1 Bayah?
1.2.2 Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian masalah di atas, ruang lingkup permasalahan penelitian dibatasi pada hal-hal berikut:
1) Pembelajaran morfofonemik didasarkan pada hasil penernuan pola pernbentukan kata melalui teks yang telah disediakan sebelumnya.
2) Morfofonemik yang diteliti terbatas pada prefiks.
3) Metode yang dipakai adalah metode penugasan dengan teknik inkuiri.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
13.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian berkaitan dengan rumusan masalah, yakni mengungkapkan secara jelas permasalahan yang diteliti. Secara lengkap penelitian ini bertujuan untuk:
1) mengetahui kemampuan penulis mengajarkan morfofonemik dengan menggunakan tekiilk inkuiri pada karangan siswa Kelas 2 SMU 1Bayah
2) mengetahui keberhasilan siswa Kelas 2 SMU 1 Bayah dalam Belajar morfofonemik melalui teknik inkuin;
3) ingin mengetahui ketepatan teknik inkuiri digunakan dalam mengajarkan morfofonemik pada karangan siswa kelas 2 SMU1 Bayah.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengajaran bahasa Indonesia umumnya, khususnya dapat meningkatkan pengajaran Sastra Indonesia.
Secara khusus manfaat yang ingin didapatkan dari penelitian ini sebagai berikut:
1) Bagi peneliti, hasil penelitian ini memberikan pengalaman yang berharga tentang pembelajaran morfofonemik dalam karangan dengan menggunakan teknik inkuiri.
2) Bagi guru, hasil penelitian ini dijadikan salah satu alternatif bahan pembelajaran pembentukan kata morfofonemik yang diterapkan dalam karangan.
1.4 Anggapan Dasar dan Hipotesis
1.4.1 Anggapan Dasar
Pada hakikatnya, anggapan dasar atau postulat merupakan sebuah titik tolak pemikiran yang tingkat akseptabilitasnya tidak diragukan oleh peneliti (Anikunto 1992:55). Pada penelitian ini tercakup beberapa anggapan dasar yang digunakan sebagai berikut:
1) Penulis telah menyelesaikan mata kuliah MKDK dan mata kuliah keahlian selama delapan semester, sehingga diduga mampu melaksanakan pernbelajaran.
2) Pembelajaran morfofonemik merupakan materi yang tercantum dalarn GBPP bahasa Indonesia SMU berdasarkan Kurikulum 1994.
3) Teknik inkuiri dapat meningkatkan kegiatan belajar siswa, sehingga siswa aktif, tekun, giat dan mandiri dalam belajar.
1.4.2 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian. Yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:
1) Penulis mampu mengajarkan morfofonemik dengan menggunakan teknik inkuiri pada karangan siswa Kelas 2 SMU 1 Bayah.
2) Siswa Kelas 2 SMU 1 Bayah berhasil dengan baik belajar morfofonemik melalui teknik inkuiri.
3) Teknik inkuiri dapat digunakan dalam mengajarkan morfofonemik pada karangan siswa Kelas 2 SMU 1 Bayah.
1.5 Metode dan Teknik Penelitian
1.5.1 Metode Penelitian
Metode yang terbaik untuk meneliti suatu hal ialah metode yang dapat memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Metode yang penulis pergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik.
Metode deskriptif analitik adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan data analitik dan menganalisa data hasil pembelajaran morfofonemik dengan menggunakan teknik inkuiri yang memusatkan pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang. Data yang terkumpul disusun, kemudian dijelaskan dan disimpulkan (Surakhmad, 1982:140).
1.5.2 Teknik Penelitian
Untuk memperoleh data, penulis menggunakan beberapa teknik penelitian sebagai berikut:
1) Studi Kepustakaan
Teknik ini penulis gunakan untuk melengkapi pengetahuan dengan membaca dan menelaah buku-buku yang berkaitan dengan masalah-masalah yang diteliti.
2) Observassi
Teknik observasi penulis gunakan dengan cara mengadakan pengamalan tentang keadaan sekolah yang akan digunakan sebagai tempat penelitian.
3) Teknik Uji Coba
Uji coba merupakan kegiatan penulis dalam mengajarkan morfofonemik dengan menggunakan teknik inkuiri pada karangan siswa.
4) Teknik Tes
Teknik ini digunakan untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar mengejar pembelajaran morfofonemik.
5) Teknik Analisis
Teknik ini digunakan untuk melakukan analisis data yang diperoleh dari hasil penelitian.
1.6 Populasi dan Sampel
1.6.1 Populasi
Populasi adalah sejumlah individu atau subyek yang terdapat di dalam kelompok tertentu yang dapat dijadikan sebagai sumber data. Adapun sebagian yang diambil dari populasi adalah sampel (Surakhmad, 1980: 93.).
Populasi yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah kernampuan penulis dalam mengajarkan struktur kata dengan menggunakan teknik inkuiri pada siswa Kelas 2 SMU 1 Bayah.
Adapun yang dijadikan penelitian, yaitu populasi siswa kelas 2 berikut ini
No
Kelas
Jumlah siswa
Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
Jumlah
1.6.2 Sampel
Bisnis online for dummies
Bahkan pemula pun bisa dapat jutaan rupiah dari bi Cara Halal Mencari Uang di internet
Panduan Bisnis Online bagi pemula, menghasilkan ua
RAHASIA TERHEBAT BISNIS INTERNET
Miliki PANDUAN serta BIMBINGAN secra PRAKTIS DAN M Internet = Ladang Uang ?
Kini saatnya untuk menjadikan Internet sebagai lad
BISNIS GRATIS HASIL FANTASTIS
join di Bisnis Pulsagramku.co.cc bonus 3 Juta/Bln. Gabung menjadi anggota koperasi online
Potensi income hingga jutaan rupiah / bulan.
Pasang Iklan 100rb, Dapat DUIT 2 MILYAR per Tahun!
Konsep baru, beriklan dan berinvestasi sekaligus.. Rp130rb Utk KEUNTUNGAN ANDA 1000%
Rp130rb Utk KEUNTUNGAN ANDA 1000%. DIJAMIN!
SmArt ASSET di INTERNET..!
Uang Mengalir Ke Rekening. Aset Anda Bekerja 24Jam Rahasia Uang Mengalir Otomatis
Cara Tercepat Menghasilkan Uang!!!
Formula Trik Gandakan UANG
Gandakan Uang anda hingga 10kali lipat!!! MESIN UANG OTOMATIS BAGI PEMULA
Praktis, Beroperasi 24 jam, TERBUKTI & TERUJI.
KumpulBlogger.com
Bertitik tolak dari populasi di atas, penulis menetapkan sampel untuk penelitian ini adalah kemampuan penulis dalam mengajarkan morfofonemik dengan menggunakan teknik inkuiri pada siswa Kelas II.1 SMU 1 Bayah yang berumlah 40 orang.
Sampel siswa ditentukan dengan teknik random undi bagi kelas II.1 sampai 11.5. Penulis memilih satu kelas yang akan dijadikan sampel penelitian.
1.7 Definisi Operasional
Secara operasional, istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian ini dapat didefinisikan sebagai berikut:
1) Uji coba adalah pengujian sesuatu sebelum dipakai atau dilaksanakan untuk mengetahui kwalitas sesuatu.
2) Pembelajaran morfofonenik adalah suatu kegiatan belajar mengajar dalam rangka interaksi antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan berupa proses berubahnya fonem menjadi fonern lain sesuai dengan fonem awal atau fonem yang mendahuluinya proses berubahnya fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem awal atau fonem yang mendahuluinya.
3) Teknik inkuiri adalah cara belajar yang lebih menekankan kegiatan yang berpusat kepada siswa sebagai subjek belajar untuk menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari.
Berdasarkan definisi istilah di atas, maka judul penelitian ini mengandung pengertian suatu pengujian sesuatu sebelum dipakai atau dilaksanakan untuk mengetahui kwalitas belajar mengajar dalarn rangka interaksi antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan berupa proses berubahnya fonern menjadi fonern lain sesuai dengan fonern awal atau fonern yang mendahuluinya proses berubahnya fonern menjadi fonem lain sesuai dengan fonern awal atau fonern yang mendahuluinya melalui cara belajar yang lebih menekankan kegiatan yang berpusat kepada siswa sebagai subjek belajar.
Akankah Bahasa Ibu semakin punah?
Oleh : Achmad Hidir,
Asal-Mula Munculnya Bahasa.
Asal mula munculnya bahasa dalam kehidupan manusia, sulitlah ditebak kapan waktunya dan bilamana hal itu muncul ?. Sampai saat ini masih teka-teki. Namun para ahli antropologi memiliki keyakinan munculnya bahasa sebagai lambang bunyi yang memiliki arti adalah ketika nenek moyang manusia harus meninggalkan pohon-pohonan dalam hutan ke alam terbuka di savana padang rumput. Dalam lingkungan yang baru ini nenek moyang manusia menghadapi bahaya yang lebih banyak, yang menuntut daya penyesuaian yang lebih dari mereka demi kelangsungan hidupnya.
Konon ketika itu, kawanan kera yang berdiri tegak (pithe-chantropus erectus) itu sudah mulai hidup di tanah dan berkelompok sehingga memunculkan pembagian kerja di antara mereka. Selanjutnya diyakini oleh para antropolog, munculnya bahasa itu seiring dengan mulai beralihnya fungsi rahang dan taring ke arah semakin berfungsinya tangan untuk bekerja, selain itu berfungsinya tangan untuk bekerja mempengaruhi kemampuan otak (cerebrum dan neocortex) yang semakin membesar yang mampu merekam berbagai memori.
Kemampuan merekam memori ini, karena kera yang berdiri tegak itu memiliki keuntungan anatomis yang tidak terdapat pada kera-kera lainnya. Keuntungan yang paling berhubungan langsung dengan kemampuan berbahasa di kemudian hari adalah bentuk rahang yang memungkinkan gerak bibir lebih leluasa, sehingga dengan mulut mereka dapat menimbulkan bunyi yang banyak variasinya. Demikian juga dengan kemampuannya untuk berdiri tegak dengan kaki, telah memungkinkan mereka untuk dapat melihat lebih jauh sehingga mereka dapat menangkap gejala-gejala bahaya dari suatu jarak tertentu.
Selanjutnya kata-kata lisan pertama barangkali bertalian erat dengan suara-suara yang ke luar dari mulut mereka sebagai respon bila mereka melihat bahaya. Melalui peniruan yang mungkin mula-mula tak sengaja, tapi kemudian terus dikembangkan maka kemudian suara-suara itu mulai mengandung arti dan dipakai sebagai isyarat umum.
Proses perkembangan dalam menjadikan suara tertentu sebagai simbol untuk benda-benda tertentu berjalan lambat. Namun sampai taraf tertentu kemudian perkembangannya mengalami percepatan yang luar biasa. Sama halnya dengan yang dialami oleh seorang anak kecil ketika belajar bicara, ketika ia menyadari bahwa segala sesuatunya itu mempunyai nama dan dapat diberi nama, maka kemampuan bahasanya akan meningkat dengan cepat.
Kemampuan berbahasa ini selanjutnya amat memperbesar kemampuan kualitatif otak manusia purba. Secara genetis perkembangan ini tercermin dalam pertumbuhan neo-cortex (otak depan), yang menyebabkan ukuran otak menjadi lebih besar pada manusia-manusia yang lebih maju kemudian Kemampuan berbahasa ini mencerminkan pula kemajuan akan kemampuan manusia untuk mengembangkan budayanya, seni, teknologi, dan lebih daripada itu adalah sosialisasi.
Dari sini kemudian kemajuan tehnologi dan kebudayaan semakin berkembang pesat sehingga meninggalkan taraf kemajuan mahluk lain yang ada. Sebagai dampak adanya satu kemampuan manusia akibat perkembangan bahasa yang ia miliki.
2. Variasi Bahasa dan Bahasa Ibu
Proses persebaran bahasa sangat dipengaruhi dengan proses persebaran ras. Hal ini karena persebaran ras telah menyebabkan perbedaan bahasa karena adanya proses disvergensi yang dipengaruhi oleh alam lingkungan dan isolasi geografis.
Bahwa kemudian manusia menggunakan bunyi-bunyi tertentu dan disusun dengan cara tertentu pula adalah secara kebetulan saja dan semuanya bersifat suka-suka (arbitrer). Dengan demikian maka terjadinyalah perbedaan antara bahasa satu dengan bahasa lainnya. Sebagai misal, bulan adalah bulan dan dari dulu bulan itu hanya ada satu di angkasa, tetapi kenapa kemudian manusia memberikan nama yang berbeda-beda untuk benda yang bernama “ bulan “. Sebagai contoh; orang Indonesia menyebutnya Bulan, orang Jawa menyebutnya Wulan, Orang Jepang menyebutnya Tsuki, orang Perancis La lune, orang Inggris The Moon, Orang Jerman Monat dan lain sebagainya. Pada hal obyeknya sama, yaitu sebuah benda planet.
Proses arbitrer dan disvergensi inilah yang lambat laun memberikan andil variasi bahasa dan pembentukan bahasa daerah (suku atau bangsa) di kemudian hari.
Indonesia tercatat sebagai negara kedua yang paling banyak memiliki bahasa ibu setelah Papua New Guinea. Secara total jumlah bahasa ibu di Indonesia ada 706 sedangkan untuk Papua New Guinea sejumlah 867 bahasa ibu. Dari 706 rumpun bahasa ibu yang ada di Indonesia separuhnya berada di Papua (Kompas, 13 Februari 2003). Hal ini wajar sebagaimana diungkap oleh A.F. Tucker (1987) bahwa di pedalaman Irian (Papua) memang banyak sekali variasi subsukunya. Sebagai contoh; untuk orang Sentani saja sukunya terbagi dalam tiga dialek bahasa, yaitu; bahasa Sentani barat, timur dan tengah. Orang Sentani Timur sering juga dikenal dengan orang Hedam. Demikian juga untuk orang Dani, terbagi dalam berbagai subsuku, ada Dani Baliem, Yamo, Toli, dan Sipak yang kesemuanya itu ternyata memiliki variasi bahasa.
3. Kearah Kepunahan Bahasa Ibu.
Diyakini bahwa untuk bahasa-bahasa ibu beberapa tahun ke depan akan semakin punah dan hilang. Menurut data UNESCO setiap tahun ada sepuluh bahasa daerah yang punah. Pada akhir abad 21 ini diperkirakan laju kepunahan akan lebih cepat lagi. Menurut laporan Kompas 13 Februari 2003, diantara 6.000 bahasa yang ada di dunia, hanya akan ada 600-3000 bahasa saja lagi yang ada menjelang akhir abad 21 ini. Dari 6000 bahasa daerah itu, sekitar separuhnya adalah bahasa yang dengan jumlah penuturnya tidak sampai 10.000 orang. Pada hal salah satu syarat lestarinya bahasa adalah jika jumlah penuturnya mencapai 100.000 orang.
Bukti-bukti akan adanya kepunahan bahasa ibu di Indonesia adalah dari jumlah 109 bahasa daerah yang ada, ternyata jumlah penuturnya sudah kurang dari 100.000 orang, misalnya bahasa Tondano (Sulawesi), Ogan (Sumsel), dan Buru (Maluku). Bahkan menurut laporan Kompas November 2002 lalu, melaporkan bahwa untuk jumlah penutur bahasa sunda di Bandung (bukan di Jawa Baratnya) jumlah penutur bahasa sunda menurun jumlahnya. Karena imbas urbanisasi dan banyaknya migrasi masuk multi etnik dan kontak dengan budaya lain. Selain juga ada kecenderungan baru di mana untuk kelas menengah baru sudah enggan menggunakan bahasa daerah yang terkesan kuno.
Bagaimana dengan di Riau ?. Menurut UU Hamidy (1991) jumlah masyarakat terasing di Riau cukup banyak variasinya. Dan masih menurutnya bahwa untuk kasus masyarakat terasing di Indonesia cukup sulit untuk ditaksir, namun jika diperkirakan tahun 1987 ditaksir 1,2 juta jiwa dan setiap keluarga ditaksir ada 4 jiwa, maka diperkirakan jumlah mereka 240.000 KK. Kemudian lagi bila diperkirakan pertumbuhannya 1 % saja pertahun maka dalam tahun 1991 ditaksir akan berjumlah 1,5 juta jiwa (300.000 KK). Lalu bagaimana untuk keadaan tahun 2003 ?. Sejauh ini memang penulis belum memperoleh data untuk itu (mungkin saja datanya sudah ada).
Namun bila mengacu pada teori antropologi, di mana dinyatakan bahwa dalam masyarakat yang cenderung nomad (selain juga karena kemiskinannya) seringkali pertumbuhannya menjadi terhambat dan kadangkala terbawa oleh genetical drift yang kurang menguntungkan sehingga lambat laun populasinya semakin mengecil untuk kemudian akhirnya punah. Contoh untuk kasus itu sudah ada, sebut saja misalnya; orang Ainu di Jepang, Aborigin di Australia atau orang Indian di Amerika yang hampir mendekati kepunahan.
Oleh sebab itu di Indonesia, momentum peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional yang dicanangkan tanggal 21 Februari setiap tahunnya, untuk pertama kalinya turut diperingati berupa pertemuan nasional tanggal 19 Februari 2003 di Jakarta. Momen ini dianggap penting karena para ahli bahasa tampaknya sepakat bahwa bahasa daerah harus dilestarikan secara seimbang dengan bahasa nasional. Karena keberadaan bahasa daerah merupakan ciri jati diri bangsa dan suku yang ada di Indonesia. Selain muatan lokal dalam mata pelajaran yang perlu dikembangkan juga, perlu peran serta keluarga dalam mensosialisasikan pengenalan bahasa ibu dalam usia dini terhadap anak-anaknya.
Diyakini pembekalan dua bahasa (bilingual) atau lebih (multilingual) terhadap anak sejak dini merupakan langkah strategis untuk membentuk pribadi yang toleran dan santun, selain menyelamatkan bahasa daerah dari ancaman kepunahan.
ANALISIS PEMBENTUKAN KATA DALAM RUJUKAN NAMA DIRI MAHASISWA SASTRA INDONESIA UNSOED ANGKATAN 2005 Bayu Murdiyanto G1B005021
A. Pengantar
Nama merupakan cerminan diri. Begitulah yang biasa dikatakan orang tua ketika memberikan nama kepada anaknya. Diharapkan dengan nama yang memiliki arti baik dapat mencerminkan sifat sang anak kelak. Tapi pada dasarnya nama diri seseorang hanya merupakan identitas saja, tidak seperti yang dikatakan di atas. Belum tentu seseorang akan memiliki sifat yang baik ketika mendapat nama yang baik saat ia dilahirkan dan diberikan nama oleh orang tuanya.
Dengan demikian penulis ingin mencoba untuk mengkaji lebih jauh lagi mengenai analisis referen nama diri ini dalam pembentukan kata dengan alasan mencoba mengungkap bahwa nama diri dapat muncul dari peristiwa kebahasaan juga.
Penelitian ini menggunakan konsep kajian cabang ilmu linguistik yaitu, Morfologi dengan mengambil teori pembentukan kata. Sebuah teori yang membahas mengenai pembentukan sebuah kata dengan menggunakan tiga teori, yakni (1) afiksasi atau pengimbuhan; (2) reduplikasi atau pengulangan; (3) komposisi atau pemajemukan.
B. Penelitian sebelumnya
Penelitian sebelumnya yang membahas nama diri memang banyak, namun penulis mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Ridha Mashudi Wibowo dengan judul Nama Diri Etnik Jawa.
Dewasa ini bahan bacaan tentang daftar nama diri cukup banyak tersedia . Namun demikian masih sedikit dilakukan upaya ke arah deskripsi nama diri sebagai bagian dari struktur gramatikal bahasa. Beberapa masalah linguistik umum tertentu, seperti sifat semantis nama diri dan kedudukan nama diri terhadap nomina biasa, telah banyak menarik perhatian para ahli linguistik dan juga filsafat (Uhlenbeck, 1982:370). Akan tetapi, dasar empiris bagi pembahasan teoretis tentang masalah ini masih agak sempit dan kurang mantap. Bagi kebanyakan linguis kajian nama diri merupakan bidang penelitian yang tipis dan kurang memberikan harapan sehingga dengan perasaan lega diserahkan kepada ilmu onomastika
Dalam pada itu, yang dimaksud dengan nama diri ialah kata yang dipakai untuk menyebut diri seseorang (Ali dalam Riyadi, 1999:80; conf. Kridalaksana, 1993: 144). Dengan kata lain, nama dapat diartikan sebagai kata yang berfungsi sebagai sebutan untuk menunjukkan orang atau sebagai penanda identitas seseorang. Dipandang dari sudut ilmu bahasa, nama diri merupakan satuan lingual yang dapat disebut sebagai tanda. Tanda merupakan kombinasi dari konsep (petanda) dan bentuk (yang tertulis atau diucapkan) atau penanda (Saussure, 1988:147). Tanda-tanda itu – yang antara lain berupa tanda konvensional yang disebut simbol – memegang peran penting dalam komunikasi (Sudjiman dan Zoest, 1996b:9). Dengan demikian, nama diri selain berfungsi sebagai penanda identitas, juga dapat merupakan simbol, misalnya Teguh ‘teguh/kokoh’ selain merupakan penanda identitas seorang laki-laki, juga merupakan simbol kekuatan. Di samping itu, Palupi ‘teladan’ selain merupakan penanda identitas seorang wanita, juga merupakan simbol keteladanan. Dalam hal ini, mengikuti Uhlenbeck (1982:373-382), nama diri yang semata-mata hanya berfungsi sebagai penanda identitas identik dengan nama diri yang tidak bermotivasi sedangkan nama diri yang berfungsi sebagai simbol identik dengan nama diri yang bermotivasi. Lain daripada itu, Budiwati (2000) menyinggung ihwal kaitan antara nama diri dan acuan/referennya. Secara semantis nama diri dapat berkaitan dengan variable reference (referensi variatif) maupun constant reference (referensi tetap). Artinya, dalam lingkup kalimat semakin pendek nama diri seseorang ditampilkan semakin ia memiliki kecenderungan mempunyai referensi yang bersifat variatif, sedangkan semakin panjang nama seseorang ditampilkan dalam kalimat semakin ia memiliki kecenderungan mempunyai referensi yang bersifat tetap . Berkaitan dengan hal itu, Ryle (dalam Wasiyati, 2000:8) menyatakan bahwa nama memiliki referen tetapi tidak memiliki makna. Arti simbolik nama dan kata lain dibangun oleh konvensi yang khusus untuk budaya tertentu. Ditegaskannya pula bahwa kamus tidak mengungkapkan arti nama-nama dengan alasan sederhana, yakni karena nama tak berarti apa-apa.
C. Analisis Nama Arbitrer
Pada kasus ini akan ada pengelompokan nama dengan pembentukan arbiter. Nama seseorang bisa dikelompokan dalam bentuk arbiter apabila struktur pemaknaannya kurang jelas atau dengan faktor lain, karena memang banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Dalam bentuk penamaan jawa akan banyak sekali kita temukan penamaan yang digolongkan dalam bentuk arbitrer. Misalkan, nama seorang peranakan jawa dapat diindikasikan arbitrer apabila diakhiri dengan akhiran –em atau –en dengan memenuhi formulasi vokal a-i-e, misalnya Barikem, Saliyem, Daminten, Jaminten (Wibowo, 2001:49). Dalam bentuk akhiran -an dan –in dapat kita temui, misalnya tajiman, sajidin, baridin, paiman, wakiman dengan formulasi a-i-a. Nama-nama ini secara kuantitatif banyak kita temui, namun nama berfomulasi e-i-i akan sangat jarang kita jumpai, semisal, Jemidin, Sekimin.
D. Analisis Nama Nonarbitrer
Bentuk nama-nama ini dikelompokan ke dalam bentuk nonarbitrer dimungkinkan karena berasal dari suatu leksikon tertentu, baik dalam satu silabel atau kata maupun lebih. Bentuk yang mungkin bisa dianalisis adalah apabila memiliki runtutan, misalkan Ardiman atau Ardinem. Keduanya berdasarkan dari kata asal yang sama yaitu ardi yang berarti gunung hanya saja memiliki pemarkah yang berbeda, -man untuk laki dan –nem untuk wanita.atau dalam kasus lain terjadi dalam leksikon yang sama namun merubah fonem terkhir sebagai penanda markah tertentu tanpa memberikan tambahan imbuhan, misalkan Yatno atau Yatni. Yatno berasal dari kata Yatna (jawa Kuno) yang berarti waspada dengan markah /o/ untuk laki-laki dan /i/ untuk wanita Dalam nama nonarbitrer kita juga dapat menemukan runtutan bunyi, misalkan Tri Januri Ariri, Sujiwo Tejo, Harjo Sugianto. Ketiganya memiliki runtutan bunyi pada ujung morfemnya. Tri yang berarti tiga, Januri (diambil dari bahasa sansekreta) yang berarti bulan Januari, Ariri yang berarti hari ke tiga; nama ini memiliki formulasi i-i-i. Sujiwo yang berarti satu jiwa, tejo berasal dari teja (bahasa Jawa Kawi) yang berarti cahaya; nama ini memiliki formulasi o-o. Harjo yang berasal dari kata harja (bahasa Jawa Kawi) yang berarti selamat, Sugianto yang berasal dari kata sugih atau kaya dan anta atau ananta yang berarti tanpa batas (bahasa Jawa Kawi); nama ini memiliki formulasi o-o.
E. Penutup
Secara umum Chaer, (1995:43-52) menyatakan bahwa penamaan merupakan proses perlambangan suatu konsep untuk mengacu pada suatu referen yang berada di luar bahasa. Nama diri pada hakikatnya tidak memiliki makna ketika bentukan kata yang terjadi sudah menjadi hasil. Dengan kata lain yang memiliki makna adalah referen atau rujukannya bukan nama diri itu sendiri. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Ryle (dalam Wasiyati, 2000:8) yang menyatakan bahwa nama memiliki referen tetapi tidak memiliki makna.
Pembahasan makalah ini akan menggunakan dua tahapan komponen, pertama, dilihat melalui pemenggalan perkata dan kedua melalui susunan per morfem atau susunan gramatikalnya untuk menemukan pembentukan kata dalam nama tersebut. makalah kajian nama sendiri merupakan kajian yang sudah sering dibahas dalam penelitian - penelitian lain sehingga akan banyak sekali jenis kajiannya dipandang dari berbagai sisi.
Cukup banyaknya penelitian mengenai makna ini membuat peneliti sadar bahwa biar bagaimanapun makalah ini membutuhkan makalah lanjutan yang lebih sempurna, minimal penambahan teori. Hal tersebut disebabkan karena pemerolehan bahasa seseorang untuk dapat menimbulkan sebuah nama diri dapat dipengaruhi melalui banyak cara. Misalkan, bahwasanya pemilihan kata melalui fonem seperti terjadi pada nama – nama Sunda, umpamanya Dadang Surandang. Hal lain terjadi pula pada nama diri etnik Jawa yang mempertimbangkan adanya nama kecil dan nama dewasa.
F. Daftar PustakaArief, Nurhaeni. 2008. Pilihan Nama-nama Terbaik Putra-putri Anda. Yogyakarta: Dianloka.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Dardjowidjojo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Subandi, dkk. 2005. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.
Wasiyati, Kristina. 2000. Referensi, Makna, dan Denotasi. (makalah). Belum diterbitkan.
Wibowo, R.M. 2001. “Nama Diri Etnik Jawa”, Humaniora Volume XIII No. 1. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.